Saturday, August 30, 2014

Perihal

Kepada mu, yang selalu terbangun pukul dua pagi.

Tahu betul sedang menantang seruak mesin-mesin tua yang melaju guruh, semakin berbisik pula helaan dan sirat masing-masing begitu dekatnya mengiringi cerita-cerita baru mu belakangan ini, meski sekian lama tak mendengarnya namun rasanya seperti tak banyak yang terlewatkan, karena kau masih dirimu yang dulu.

Lucu, hingga sendiri pun entah bagaimana tak dapat mengendalikan setiap nada-nada celoteh. Bilanya terdiam sejenak meski tak kikuk, berulangkali ketika saling bersinggung demikian dekat... Dan ini tentang ketidaktahuan apa-apa ku.

Monday, July 21, 2014

Dusk, Rain and Little wishes

Waktu itu entah tanggal 6 atau 7 di bulan mei, baru pulang ngampus terpaksa harus berteduh dulu di halte TM di Jl. Demang Lebar Daun di depan Rs. Siti Khadijah. Gara-gara hujan yang awet dan rumah yang masih jauh, aku ikhlas banget nunggu lama-lama disana.
Ga sendiri sih, tapi banyak juga pengendara motor lain ikut berteduh yang kayaknya siswa/i keperawatan, sepertinya mereka baru pulang juga.
Udah lebih dari setengah jam, hujan masih ga berenti-berenti malah semakin deras aja. Rasanya udah lama kota ini ga diguyuri hujan, karena biasanya disini panas terik kayak punya sembilan matahari.
Iya kota ini telah berbeda, rasanya ketika aku masih SMA pun kota ini masih sejuk... Hmm.

Satu-persatu orang pun meninggalkan halte ini dan mulai menerobos gerimis yang lumayan reda. Aku pikir juga sampai kapan harus nunggu hujan ini benar-benar berhenti, lagipula untuk pulang ke rumah walaupun ntar kebasahan juga kan ga apa-apa...
Dan hingga akhirnya benar-benar aku menjadi orang terakhir yang berteduh disana, tetapi ketika aku hendak beranjak pun dari arah lain terlihat seorang anak laki-laki yang berlari-lari kecil menuju halte ini.
Benar-benar anak ini telah menarik perhatian ku hingga aku memutuskan untuk duduk kembali.
Jadi tinggallah kami berdua di halte itu.

Seorang anak laki-laki yang memakai seragam SD, memakai sendal jepit yang kebesaran, dan membawa sedikit tumpukan koran untuk dijual yang tak luput kebasahan karena derasnya hujan.
Seorang anak yang cuek yang ntah sedari kapan tak sadar kalo aku memperhatikannya.
Ditaruhnya koran-koran tadi tak jauh dari tempat ku duduk. Kemudian dia berbalik ke arah ujung halte membelakangi ku. Yang aku lihat dia menyentuh air hujan yang jatuh dari atas atap pelindung halte sambil pandangannya lurus pada jalan raya yang ada di depannya. Kemudian dia berbalik lagi melihat korannya yang kebasahannya, dengan sesekali memeluk tubuhnya sendiri yang kedinginan.
Tak lama hingga akhirnya dia sadar dengan keberadaanku...

"Ayuk, korannyo yuk..."

Melihat koran basah yang disodorkannya, dengan refleks aku bilang tidak usah padanya.
Sambil memberinya sejumlah uang yang tentu tak seberapa, aku sedikit bertanya tentang sekolahnya yang rupanya tak jauh dari sana.
.
.
.
Hari semakin sore, akhirnya aku harus benar-benar segera pulang dari sana,
Dengan rasa sesal karena ga kepikiran untuk bertanya siapa namanya...

Anak itu memiliki mata yang sendu namun berbinar, sepertinya dia kelak menjadi lelaki tangguh dan kuat :)

Saturday, January 11, 2014

Fiksi mini

Bunga layu  “Lihatlah ternyata dia potong rambut!”  “apaan sih!”

Topeng “Cepatlah berdiri atau dia akan lebih marah!”  “Tunggu, tinggal satu batang rokok ini”

Buta – “Aku tak butuh saranmu!”  “Aku menyerah, kau sedang jatuh cinta”

Bayangan – “Pilih sahabat atau kekasihmu?”  “Aku mengenalnya lebih lama”

Pencari Tuhan “Berhentilah bicara!”  “Aku ingin masuk surga dulu baru mati!” 

Friday, January 10, 2014

Panutan

Dulu aku seorang pendongeng puteri bulan di kala hujan
Di ruang tengah rumah kayu, dikelilingi 2 anak perempuan
Duduklah kami di bawah mesin jahit mengayunkan badan
Tak pernah tergantikan tas biru muda selempangan

Dulu aku seorang penyair di celah dinding
Merangkai lirik bersama pijakan diatas sofa
Memainkan operet sendiri dengan panggung bayangan 
Adalah aku, tokoh utama yang berteman khayalan

Dulu aku seorang penulis cerita puteri kerajaan
Mencipta huruf ajaib melampau dua garis
Tak pernah lengkap tiang-tiang kisah lain
Hanya senang membuat banyak nama anak kecil

Sunday, December 22, 2013

dan kopi?

Kemarin aku nemuin lagi sebuah bacaan yang bertemakan "Hujan dan Kopi
dan ternyata emang ada banyak sekali tulisan-tulisan yang memiliki tema yang sama.
Sepertinya dalem banget yaa makna perumpamaan dan perpaduan benda-benda itu..
Tapi sekarang aku ga akan beranalogi tentang hujan dan kopi juga,
Kalo soal beginian payah banget sihh hha


Gini tinggalin soal hujannya, karena ada yang ngingetin aku tentang kopi...
-
-
Intan dan Kopi ♡♡♡


Kala itu di semester duaa...
Dua mahasiswa semester awal yang masih nurutin aturan
Dua wajah tanpa dosa yang belum tau apa-apa
Dua pemikir yang masih transparan dan tidak dalam
Dua anak manusia itu bernama nisa dan intan...

Kala itu di semester duaa...
Ketika jati diri mahasiswa mereka sedang diuji
Dimulainya dalam bayang-bayang dasar agronomi...
Tak berdaya terseret dalam kilo laporan
Pergi pagi membawa cinta, pulang malam membawa beban

Kala itu di semester duaa...
Intan bertanya pada nisa...
Apa yang dia lakukan supaya tangguh bermalam laporan.
Hingga dijawab nisa, dia hanya minum kopi-kopian...

Kala itu di semester dua
Hingga datang hari intan melabrak nisa...
Atas pembuktian dari sarannya yang dianggap rusak...
Kepalanya pusing, laporan pun tak terselesaikan..
Nisa bertanya emang apa yang sudah dia lakukan...

Kala itu di semester dua...
Ternyata malam itu intan minum kopi hitam
Seperti kopi hitam untuk bapak-bapak yang suka begadang sambil main gaplek di pos satpam.
Padahal nisa minumnya kopi-kopian mocha dari sachet-tan...
Jadi salah kopi, nisa, atau intan???